1. Perbedaan nilai-nilai atau persepsi. Perbedaan-perbedaan tujuan diantara para anggota berbagai satuan
dalam organisasi sering berkaitan dengan berbagai perbedaan sikap, nilai-nilai
dan persepsi yang dapat menimbulkan konflik. Sebagai contoh, para manajer
tingkat atas, yang terlibat dengan pertimbangan-pertimbangan jangka panjang
hubungan manajemen-serikat buruh, mungkin ingin menghindari penetapan
perjanjian-perjanjian, dan mungkin malah mencoba untuk membatasi fleksibilitas
para penyelia lini pertama. Para anggota departemen teknis mungkin menggunakan kriteria nilai-nilai
mereka atas dasar kualitas produk, kecanggihan desain dan daya tahan, sedangkan
para anggota departemen pabrikasi mungkin mendasarkan nilai-nilai mereka pada
kesederhanaan desain dan biaya-biaya produksi yang rendah. Ketidaksesuaian
nilai-nilai tersebut dapat menimbulkan konflik.
2. Kemenduaan Organisasional. Konflik antar kelompok dapat juga berasal dari tanggung –jawab
kerja yang dirumuskan secara mendua (ambiguous) dan tujuan-tujuan yang tidak
jelas. Seorang manajer mungkin mencoba untuk memperluas peranan kelompok
kerjanya, usaha ini biasanya akan menstimulasi para manajer lain untuk
“mempertahankan ladang mereka “. Di samping itu, komunikasi yang mendua dapat
menyebabkan konflik antar kelompok, bila kalimat (ungkapan) yang sama mempunyai
pengertian yang berbeda bagi kelompok –kelompok yang berbeda.
3. Gaya-gaya individual.
Banyak orang menyukai konflik, debat dan ada argumentasi; dan bila hal
dapat dikendalikan maka dapat menstimulasi para anggota organisasi untuk
meningkatkan atau memperbaiki prestasi. Tetapi bila hal itu mengarah ke
“peperangan”, akan menimbulkan konflik. Pada umumnya, potensi konflik antar
kelompok adalah paling tinggi bila para anggota kelompok sangat berbeda dalam
hal ciri-ciri seperti sikap kerja, umur dan pendidikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar